Video: Warga RI Mau Good Looking, Industri Kosmetik RI Makin Glowing
Tembok Besar Tiongkok atau Tembok Raksasa Tiongkok (Hanzi tradisional: 長城; Hanzi sederhana: 长城; Pinyin: Chángchéng) juga dikenal di Tiongkok dengan nama Tembok Sepanjang 10.000 Li¹ (萬里長城; 万里长城; Wànlĭ Chángchéng) adalah bangunan terpanjang yang pernah diciptakan manusia yang berada di Tiongkok.[1][2][3]
Tembok Besar Tiongkok dianggap sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia.[4][5] Pada tahun 1987, bangunan ini dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.[1][2]
Tembok Besar Tiongkok tidak panjang terus menerus, tetapi merupakan kumpulan tembok-tembok pendek yang mengikuti bentuk pegunungan Tiongkok utara.[6] Pada tanggal 18 April 2009,[7] setelah investigasi secara akurat oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok, diumumkan bahwa tembok raksasa yang dikonstruksikan pada periode Dinasti Ming panjangnya adalah 8.851 km.[6]
Menurut catatan sejarah, setelah tembok panjang dibangun oleh Ming, barulah dikenal istilah "changcheng" (长城, "tembok besar" atau "tembok panjang"). Sebelumnya istilah tersebut tidak ditemukan. Istilah Tembok Besar Tiongkok dalam Bahasa Mandarin adalah "wanli changcheng", bermakna "tembok yang panjangnya 10 ribu li". Pada masa sekarang istilah ini resmi digunakan.[3]
Pada tahun 2009, Badan Survei dan Pemetaan dan Badan Administrasi Warisan Budaya Republik Rakyat Tiongkok melakukan penelitian untuk menghitung ulang panjang Tembok Besar Tiongkok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tembok Besar Tiongkok lebih panjang daripada rentang yang saat ini diketahui. Menurut pengukuran, panjang keseluruhan tembok mencapai 8.850 km. Proyek tersebut juga telah menemukan bagian-bagian tembok lain yang panjangnya 359 km, parit sepanjang 2232 km, serta pembatas alami seperti perbukitan dan sungai sepanjang 2232 km. Rentang rata-rata Tembok Besar Tiongkok adalah 5000 km, umumnya dikutip dari berbagai catatan sejarah.[8]
Tembok Besar Tiongkok disebut-sebut sebagai salah satu bangunan buatan manusia yang terlihat dari ruang angkasa dengan mata telanjang. Namun, setelah dilakukan investigasi oleh para astronaut, persepsi tersebut tidak benar.[9] Dari orbit yang rendah, bangunan buatan manusia seperti jalan, kapal laut, kota dan lain-lain memang dapat terlihat, tetapi pada saat melewati orbit bumi dengan tinggi puluhan ribu kaki, tak satu pun benda di permukaan bumi yang dapat terlihat, termasuk Tembok Besar Tiongkok. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan NASA: "The Greatwall can barely be seen from the Shuttle, so it would not be possible to see it from the moon with the naked eye".[10]
Tembok Besar Tiongkok ini hampir tidak terlihat dari dalam Pesawat Ulang Alik, sehingga tidak mungkin dapat terlilat dari bulan dengan mata telanjang [11]
Astronot Tiongkok pertama yang diluncurkan di ruang angkasa pada tahun 2004, Yang Liwei, juga menyatakan bahwa ia tidak dapat melihat bangunan tersebut.[12]
Persepsi mengenai terlihatnya tembok raksasa dari ruang angkasa sudah menjadi mitos, bahkan ditulis ke dalam buku pelajaran sekolah di Tiongkok.[12] Bukti terawal berasal dari tulisan kolektor barang antik asal Inggris bernama William Stukeley tahun 1754 yang membandingkan Tembok Besar Tiongkok dengan Tembok Hadrian di Inggris dengan menyatakan bahwa Tembok Hadrian di Inggris hanya dapat dikalahkan oleh Tembok Besar Tiongkok, yang merupakan bangunan penting di dunia, sehingga bisa jadi terlihat dari bulan ("This mighty wall of 4 score miles in length is only exceeded by the Chinese wall, which makes a considerable figure upon the terrestrial globe, and may be discerned at the moon.")[13] Buku karya Richard Halliburton, petualang asal Amerika pada tahun 1938 yang berjudul "Second Book of Marvels", semakin membuat orang-orang percaya bahwa tembok raksasa dapat dilihat dari ruang angkasa.[10]
Sejarahnya, pembangunan tembok adalah salah satu bagian terpenting dalam sejarah arsitektur Tiongkok, yakni untuk membatasi wilayah-wilayah perkotaan dan perumahan. Berbagai teori mengapa tembok besar didirikan antara lain sebagai benteng pertahanan, batas kepemilikan lahan, penanda perbatasan dan jalur komunikasi untuk menyampaikan pesan.[3]
Berdasarkan bukti tertulis yang bisa diterima umum, pada dasarnya Tembok Besar Tiongkok dikonstruksikan mayoritas pada periode Dinasti Qin, Dinasti Han dan Dinasti Ming.[14] Namun, sebagian besar rupa tembok raksasa yang berdiri pada saat ini merupakan hasil dari periode Ming.[14]
Sebelum periode Dinasti Qin, pembangunan tembok raksasa paling awal dilakukan pada Zaman Musim Semi dan Gugur (722 SM-481 SM) dan Zaman Negara Perang (453 SM- 221 SM) untuk menahan serangan musuh dan suku-suku dari utara Tiongkok.[15] Negeri-negeri yang tercatat berkontribusi dalam konstruksi pertama antara lain negeri Chu, Qi, Yan, Wei dan Zhao.[14] Dalam periode-periode berikutnya, tembok raksasa bertambah panjang, diperbaiki dan dimodifikasi.[14]
Pada tahun 220 SM di bawah perintah Kaisar Qin Shi Huang, Jendral Meng Tian mengumpulkan tenaga kerja sebanyak 300 ribu orang untuk menyambungkan tembok-tembok sebelumnya sebagai garis pertahanan.[15] Pembangunan yang memakan waktu 9 tahun memerlukan biaya mahal dan mengorbankan rakyat jelata.[15] Tenaga kerja yang jadi korban mencapai jutaan jiwa sehingga negara menjadi lemah.[15][16] Kebencian rakyat pada kerja paksa tersebut memicu kemarahan petani yang berontak menggulingkan Dinasti Qin.[17] Setelah itu, pembangunan tembok raksasa tidak dilanjutkan.[17]
Tahun 127 SM, saat Kaisar Han Wudi berkuasa (140 SM-87 SM), proyek renovasi dan pembangunan bagian-bagian tembok lama dilaksanakan selama 20 tahun menambah panjang tembok secara keseluruhan menjadi 1000 km.[18] Pada periode pertama Han, tembok raksasa berfungsi sebagai pelindung kawasan barat dari Bangsa Hun yang mengancam rakyat Tiongkok.[18] Setelah pengaruh Hun melemah, pembangunan tembok tidak dilanjutkan. Mulai tahun 39 M, atas perintah Guang Wudi, jendral Ma Cheng memulai kembali proyek pembangunan tembok besar.[18] Pada saat itu, bangsa Hun terpecah menjadi 2 bagian, utara dan selatan.[18] Bangsa Hun utara berhasil ditundukkan oleh Han sementara bagian selatan berdamai.[18] Setelah itu, pembangunan tembok raksasa ditinggalkan karena Tiongkok sudah mempunyai kekuatan militer yang besar.[18]
Pada masa Dinasti Ming (1368-1644), setelah menaklukkan bangsa Mongol, tembok raksasa dari periode sebelumnya dikonstruksikan kembali,[19] dengan catatan panjang 5.650 km.[1] Pada masa ini, Tembok Besar Tiongkok dibagi ke dalam 9 distrik militer yang dilengkapi benteng-benteng pertahanan dan pintu gerbang untuk mengawasi daerah perbatasan.[19] Di atasnya dibuat jalan sebagai jalur transportasi.[19] Pintu gerbang paling timur dinamakan Shanhaiguan dan pintu gerbang paling barat dinamakan Jiayuguan.[19]
Menara suar atau fenghuotai (烽火台) digunakan untuk menyampaikan pesan militer dengan cara membuat sinyal asap pada siang hari dan api pada malam hari untuk memberitahukan adanya gerak-gerik musuh.[20] Merupakan salah satu bagian tembok besar terpenting, struktur ini dibuat di tiap bagian tembok raksasa dengan material lokal.[20] Di daerah pegunungan, tersusun dari batu bata, di padang rumput atau gurun terbuat dari tanah liat.[20] Bentuk bisa bulat, lonjong dan persegi.[20] Terdapat 3 jenis menara suar, yakni tipe yang dibangun di atas tembok, dalam tembok atau dibangun terpisah untuk mengintai musuh.[20]
Struktur pintu gerbang berfungsi sebagai benteng pada posisi-posisi penting.[21] Tersusun dari:
Tembok merupakan badan utama arsitektur tembok raksasa.[22] Fungsinya menghubungkan menara suar, menara pengintai dan pintu gerbang menjadi sebuah garis pertahanan.[22] Ketinggiannya tergantung pada bentuk dataran.[22] Pada daerah-daerah strategis dibuat lebih tinggi.[22] Pada saat melintasi gunung atau daerah dengan bentuk tidak rata dibuat serendah mungkin untuk menghemat bahan dan tenaga.[22] Rata-rata tinggi tembok 23-26 kaki.[22]
Bagian-bagian penting di tembok:
Material yang digunakan untuk membuat tembok raksasa beda-beda sesuai periode dinasti.[23] Sebelum batu bata ditemukan, tembok besar dibuat dari tanah, batu dan kayu.[23] Karena pembangunannya selalu membutuhkan sumber daya yang banyak, para pekerja memanfaatkan bahan-bahan yang seadanya.[23] Saat melewati gunung, batu gunung akan digunakan.[23] Pada saat membangun di tanah datar, tembok dibuat dari tanah yang digemburkan dan jika melewati padang gurun, bahan yang digunakan adalah rerumputan campur pasir dan ranting-ranting pohon konifer.[23] Tembok dari bahan ini rapuh, mudah ditembus dan cepat hancur.[23]
Pada masa Dinasti Qin, teknologi belum maju, sehingga material yang digunakan adalah tanah atau tanah campur kerikil.[23] Pada masa itu struktur benteng belum didirikan.[23] Beberapa bagian tembok hanya terdiri dari gundukan batu-batu besar.[23]
Pada masa Dinasti Han, bahan tanah dan batu seperti masa sebelumnya masih umum digunakan.[23]
Pada masa Dinasti Tang, batu bata sudah diproduksi.[22] Namun, karena mahal, hanya terbatas pada gerbang kota dan tembok yang dekat.[22]
Baru pada zaman Dinasti Ming, teknologi pembangunan tembok sudah lebih maju.[23] Namun, baru pada pertengahan periode dinasti tersebut batu bata berkualitas diproduksi.[23] Batu bata lebih baik daripada tanah atau batu kerikil karena lebih ringan, tahan beban dan lebih efektif dalam waktu yang cepat. Batu masih dipakai, terutama untuk fondasi, pinggiran luar dan dalam gerbang dikarenakan lebih kuat daripada batu bata.[23] Adukan batu kapur dengan beras ketan efektif sebagai semen yang dapat merekatkan batu bata.[23]
Beberapa tahun belakangan mulai ditemukan beberapa bagian tembok di wilayah-wilayah Tiongkok yang tak terjangkau. Pada tahun 1998, ditemukan situs tembok dekat salah satu jalur sutra di antara provinsi Gansu dan Xinjiang. Tembok-tembok yang dibangun dari tanah berpasir kuning dan ranting-ranting Eucalyptus marginata tersebut memiliki panjang 500 km, termasuk benteng pertahanan kokoh. Penemuan ini menambah panjang tembok besar menjadi 2.700 km.[3]
Di gurun-gurun pasir di Daerah Otonomi Ningxia Hui yang sering berpindah-pindah, juga telah membuka bagian-bagian tembok dan benteng konstruksi Ming.[3]
Penemuan prasasti yang berisi ukiran tulisan di berbagai wilayah Tiongkok di sekitar tembok menjadi sumber sejarah tertulis penting tentang dokumentasi pembangunan Tembok Besar Tiongkok. Prasasti paling awal adalah inskripsi Dinasti Qi Utara (550-577). Prasasti Dinasti Ming banyak ditemukan di Beijing dan provinsi Hebei, tetapi terancam rusak atau hilang karena hujan, angin, erosi dan kerusakan lingkungan.[3]
Dalam penelitian itu, teknologi GPS dan infra merah yang digunakan dapat membantu mendeteksi beberapa bagian yang terkubur akibat badai pasir. Bagian-bagian baru yang ditemukan adalah hasil konstruksi pada masa Dinasti Ming (1368-1644) yang membentang dari Pegunungan Hu di provinsi Liaoning bagian utara sampai Celah Jiayu di barat provinsi Gansu. Proyek ini juga memetakan bagian-bagian tembok yang didirikan pada zaman Qin (221-206 SM) dan Han (206 SM-9M).[8]
Walaupun merupakan situs yang dilindungi, Tembok Besar Tiongkok mengalami banyak kerusakan yang sebagian besar diakibatkan pembangunan infrastruktur yang serampangan, pencurian artefak batu inskripsi dan bagian-bagian tembok dan perbaikan yang dilakukan sembarangan.
Laporan konservasi pada awal tahun 2004 melaporkan bahwa hanya 1/3 dari panjang 6.350 km tembok yang sekarang masih terpelihara, membuat rentang tembok "semakin pendek". Banyak warga di sekitar situs-situs kuno tidak mengetahui mereka tinggal berdekatan karena pandangan mengenai tembok raksasa merupakan benteng arsitektur Ming yang kokoh, tetapi sebenarnya kondisi Tembok Besar Tiongkok tidak seragam. Penduduk sekitar menggunakan batu bata tembok besar untuk membangun rumah dan kandang hewan ternak.[3]
Tembok yang berada di luar Beijing merupakan bagian yang paling terancam, seperti di provinsi Shaanxi dan Ningxia. Dari 2.000 km rentang tembok di provinsi Shaanxi, 1/3 dari 850 km dari struktur Ming telah lenyap karena aktivitas pembangunan infrastruktur dan industri. Sebanyak 40 lobang tembok ditembus oleh jalan untuk kendaraan.[3]
Sementara itu, tembok besar di Daerah Otonomi Ningxia Hui yang memiliki panjang 1500 km yang didirikan dari berbagai periode mulai dari Zaman Negara Berperang, Dinasti Qin, Dinasti Han, Dinasti Sui dan Dinasti Ming merupakan bagian yang rentan perusakan seperti dibobol untuk jalur kendaraan dan erosi.
Upaya dan proyek-proyek renovasi telah dilakukan oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok guna memperbaiki kerusakan. Salah satunya dengan cara membuka jurusan Studi Tembok Raksasa (长城学;Changchengxue) di universitas-universitas lokal. Studi ini adalah cabang baru sejarah Tiongkok yang dikembangkan untuk menarik perhatian arkeolog dan peneliti muda untuk menelusuri sejarah tembok raksasa dan pelestariannya.[3]
¹ 10.000 li = 5.760 km. Dalam bahasa Mandarin, jumlah 10.000 biasanya secara figuratif dianggap sebagai "tidak terbatas", sehingga angka tersebut sebenarnya mengandung arti "tembok yang panjangnya tak terbatas".
Wikimedia Commons memiliki media mengenai
© 2023 Rusa Marketing Sdn. Bhd., Distributed by Universal Music Sdn Bhd
℗ 2023 Rusa Marketing Sdn. Bhd., Distributed by Universal Music Sdn Bhd
“Awal Sejarah Kekerasan dan Pemusnahan Alam dan Manusia Papua”
Kita telah ketahui bahwa gadis cenderawasih itu indah dan cantik serta memberi peratihan kepada seluruh dunia. Senyuman dan bau aromanya membuat seluruh dunia tak bisa keluar dari dunianya, sehingga semakin lama semakin penambahan manusia- manusia yang jelas dan tidak jelas.
Penambahan atau datangnya banyak orang dari berbagai negara prioritasnya untuk mau memiliki gadis cenderawasih dan mau menguasai hak orang Papua. Wujud kenyataan yang telah kita realisasikan dari berbagai negara adalah pemerkosaan, penganiayaan, intimidasi, diskriminasi dan pembunuhan terhadap alam Papua serta manusianya. Kekerasan-kekerasan terhadap alam Papua serta manusianya itu bermula saat perebutan kekuasaan antara pemerintah Indonesia dan Belanda pada (1945-1960). Pada masa itu, aktivitas politik Indonesia di Papua sangat kejam dan semua gerakan pro Indonesia bermula dari Soegoro Atmoprasodjo dan G.S.S.J. Ratulangi. Gerakan-gerakan tersebut membuat para elite Papua hanya menjadi alat mereka. Kemudian mereka menduduki dan membentuk partai poltitik di Serui dan Jayapura. Karena itu nasionalisme dan patriotisme Indonesia yang muncul di kalangkan elite Papua antara 1950-1960 itu bukan nasionalisme murni melainkan hasil rekayasa dari orang-orang Indonesia tersebut. Maka beberapa rekayasa yang perlu kita ketahui dari prespektif kronoligisnya: “Tanggal 10-11 Juli 1945 dalam rapat BPUPKI dibahas tentang batas-batas wilayah dari Indonesia yang akan dinyatakan merdeka. Rapat tersebut dipimpin oleh Dr. Radjiman Wediodinigrat. Dalam rapat dua hari itu, mereka persoalkan tanah Papua, apakah menjadi bagian dari wilayah yang akan dimerdekakan atau tidak? Melihat sumber daya alam yang kaya raya, sebagian besar pembicara umum sepakat bahwa Papua adalah wilayah Indonesia timur dan masuk dalam bingkai NKRI”. Mohamad Hatta dengan tegas menolak tanah Papua menjadi bagian dari wilayah Indonesia.
Alasan Hatta adalah etnis dan kebudayaan (Suku Papua, rumpun Melanesia) berbeda dengan suku bangsa Melayu di pulau-pulau lain yang akan menjadi bagian dari negara yang dimerdekakan. Pendapat Hatta ini melahirkan banyak perbedaan pendapat dan tanggapan pada hari kedua, 11 Juli 1945. Penyatuan atau penolakan Malaya, Borneo dan Timur-Timur lebih gampang diambil kesepakatan bahwa akan dilepaskan daripada tentang Papua menjadi perdebatan sengit. Soekarno menolak pendapat Hatta dan mati-matian mempertahankan Papua masuk menjadi bagian dari wilayah Indonesia hanya demi politik ekonomi (sumber daya alam Papua). Argumen-argumen tersebut tentang Papua belum bisa disepakati sehingga diadakan voting dari 66 anggota BPUKPI yang hadir. Beberapa argumen Hatta pada 11 Juli 1945 salah satunya adalah: untuk menentukan wilayah Indonesia yang akan dimerdekakan, Hatta menolak dengan tegas memasukan Papua dalam negara merdeka yang akan dibentuk. Hatta mengatakan: “Saya sendiri ingin menyatakan bahwa Papua sama sekali saya tidak pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Saya mengakui bahwa bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa yang merdeka, akan tetepi bangsa Indonesia buat sementara waktu, yaitu dalam beberapa puluh tahun, belum sanggup, belum mempunyai tenaga cukup, untuk mendidik bangsa Papua sehingga menjadi bangsa yang merdeka”.
BACA JUGA: https://www.detikpapua.com/2024/08/06/seksualitas-oap-dan-mama-bumiseksualitas-oap-dan-mama-bumi/
Hatta dengan tegas menolak Papua masuk menjadi bagian dari wilayah Indonesia, karena Hatta tahu bahwa bangsa Papua adalah ras melanesia. Kemudian Hatta tahu sumber daya alam Papua bukan hak Indonesia, maka berikan kepada yang hak dan pemiliknya untuk menentukan nasibnya sendiri. Jawaban Soekarno “bangsa Papua masih primitif sehingga tidak beritervensi dengan kemerdekan bangsa Indonesia”. Soekarno mati-matian menolak pendapat Hatta dengan sebuah eksperimen untuk memiliki dan menguasai hak orang Papua.
Eksperimen yang dilakukan adalah tanggal 21 Februari 1961 Presiden Soekarno bertemu dengan Presiden John F. Kenndy di Washington dan membicarakan masalas Irian Jaya Barat yang sekarang di sebut Papua. Dalam pertemuan khusus Soekarno membuat perjanjian harta/emas, tembaga, dan nikel di timika (PT. Freeport Indonesi) dengan presiden Amerika Jhon F. Kenndy. Maka adanya alasan tersebut Amerikat Serikat berperan untuk menyerahkan Papua Barat ke dalam Republik Indonesia. Pada 1 Mei 1963 Papua Barat diserahkan ke dalam bingkai NKRI secara paksa oleh PBB melalui UNITEA. Sebelumnya Indonesia meminta pemerintah Amerika Serikat untuk pemerintah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, setelah terjadi bom atom di Hirosima dan Nagasaki oleh Amerika saham besar Jepang.
BACA JUGA: https://www.detikpapua.com/2024/08/05/berdagang-di-emperan-jalan-simbol-mayoritas-diminoritaskan/
Negara Indonesia dengan Amerika beberapa tahun setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dan Papua masuk menjadi bagian dari wilayah Indonesia, membangun relasi yang integral untuk memiliki dan menguasai hak orang Papua. Kemudian merancang berbagai bentuk jenis kekerasan terhadap orang Papua. Tidak lama kolonial Indonesia dan kapitalisme Amerika dengan watak yang sadar dan rencana masuk di wilayah Papua. Berlangsung melakukan berbagai jenis kekerasan dan pembunuhan terhadap alam Papua serta manusianya dalam bentuk ekonomi sosial dan operasi militer di setiap wilayah di Papua. Kapitalisme Amerika manfaatkan tenaga militer Indonesia, lalu menduduki dan beroperasi tambang di Tembagapura Timika (PT. Freeport Indonesia) tanpa mengetahui hak ulayat suku Amungme dan Kamoro secara lisang maupun tulisan. Belum sampai dua tiga hari pertumbahan darah orang Amungme dan Kamoro serta semua orang Papua atas tanah dan kekayaannya sendiri.
Sejak tahun 1967 PT. Freeport Indonesia telah menandatangani kotrak karya 1, dua tahun sebelum dilaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada tahun 1969, proses secara politik Papua dimasukan ke dalam Republik Indonesia. Sampai dengan saat ini sudah 57 tahun telah melakukan eksploitasi sumber daya alam kandungan Bumi Papua. Penduduk suku Amungme, pemilik sulung Gunung Nemangkawi (Grasberg) menjadi korban pembantaian yang dilakukan PT. Freeport melalui militer Indonesia, demikian suku Kamoro di daerah pesisr pantai dan pantai menjadi korban pembantaian melalui Militer Indonesia dan limpah tailing dari PT. Freeport.
Proses pelanggaran HAM secara sistematis 25 Juni 1968- 22 Agustus 1969 sebelum dan sesudah pepera yang menjadi Pagdam XVII Cendrawasih adalah Brigjen Sarwo Edhiwibowo. Untuk mendukung PT. Freeport ia sebagai PAGDAM menggalar OPERASI WIBAWA dengan 3 tujuan yaitu: (1). Tumpaskan sisa-sisa OPM Pimpinan Fery Awom dan daerah-daerah lainnya; (2). Amankan usaha-usaha orang Papua untuk memenangkan PEPERA 1969; (3). Konsultasikan kekuasaan pemerintah Indonesia dan seluruh wilayah.
BACA JUGA: https://www.detikpapua.com/2024/07/17/gandhi-dan-warisan-perjuangan-ahimsa/
Diskriminasi, pemerkosaan dan pembunuhan terus terjadi di areal Freeport Tembagapura secara sistematis dan rencana demi keamanan PT. Freeport. Untuk menutupi berbagai kekerasan dan pembunuhan terhadap orang Papua, Kapolda Papua Irjen Bekto Suprapto melakukan tindakan tuduhan kepada Pimpinan TPN/OPM Kelly kwalik adalah pelaku utama kekerasan konflik di areal Freeport. Pada 16 Desember 2009, pukul. 03.00 pagi waktu Papua, Tim Densus 88 bersama Brimop Polda Papua menembak Kelly Kwalik hingga meninggal di tempat. Setelah ditembak ternyata Kelly Kwalik adalah penjuang sejati yang selalu setia pada perjuangan untuk membebaskan dan menyelamatkan rakyat Papua serta sember daya alam Papua dari penindasan.
Kita sampai saat ini, masih dalam ruang penjajahan atas kekayaan sendiri. Selagi masih dalam bingkai NKRI tidak akan pernah bebas, dalam perjuangan tetap saja kita akan dituduh sebagai pelaku utama kekerasan konflik di Papua. TPNB/OMP akan terus dituduh sebagai pelaku utama kekerasan pembunuhan terhadap rakyat Papua. Untuk mendukung dan melindungi PT. Freeport Indonesia dan meloloskan PT. Blok, B. Wabu di Intan Jaya, berbagai tuduhan akan terus dilontarkan kepada kita.
BACA JUGA: https://www.detikpapua.com/2024/07/08/mater-orientalis-aurora-iv/
Maka dari itu, berbagai bentuk kekerasan dan tuduhan-tuduhan yang telah dilakukan oleh kolonial Indonesia atas kekerasan-kekerasannya sendiri terhadap orang Papua. Jawaban dan kebebasan ada di tangan Tuhan bagi bangsa Papua. Jika kita sadar akan Allah pencipta, sadar akan alam Papua serta hartanya, sadar akan keturunan kita, sadar akan budaya kita, sadar akan agama kita, sadar akan identitas, sadar akan pendidikan, sadar akan relasi/interaksi antara suku, sadar akan kesatuan persatuan, sadar akan perjuangan ideologi Papua dengan hati yang sungguh benar-benar. Karena kesadaran diri atas penindasan adalah senjata yang paling ampuh di dunia. Oleh sebab itu, sadar diri dan jangan menyerah kepada berbagai bentuk kekerasan oleh kolonial Indonesia dan kapitalisme Amerika di Papua. (*)
Alua, Agus A. 2006. Papua Barat dari Pangkuan ke Pangkuan. Jayapura : jayapura, Setember 2006, 2006.
Haluk, Markus. Maret 2017. MATI atauHIDUP, Hilang Harapan Hidup dan Hak Asasi Manusia di Papua. s.l. : Deiyai, Maret 2017.
)* Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi “Fajar Timur” Abepura Jayapura-Papua.
Jakarta, CNBC Indonesia - Tembok Besar China atau "The Great Wall of China" adalah salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia yang diklaim melintasi 16 provinsi, kota dan daerah otonom.
Melansir dari China Discovery, hasil catatan dan penyelidikan lapangan mengungkapkan bahwa Tembok Besar China tersebar di 16 provinsi, kota, dan daerah otonom, seperti Shandong, Henan, Hebei, Mongolia Dalam, Shanxi, Shaanxi, Gansu, Liaoning, Ningxia, Beijing, Tianjin, Xinjiang, Heilongjiang, Qinghai, Jilin dan Hubei.Di Negeri Tirai Bambu, Tembok Besar China terkenal dengan nama "Wanli Changcheng" yang memiliki arti "10.000-Leagues Long Wall". Adapun, "Cheng" memiliki arti tembok kota.Menurut laman resmi UNESCO, Tembok Besar China memiliki total panjang lebih dari 20 ribu kilometer. Tembok dimulai dari sisi timur di Shanhaiguan, provinsi Hebei dan berakhir di sisi barat, yakni Jiayuguan, provinsi Gansu.Sebenarnya, apa tujuan dibangunnya Tembok Besar China?Melansir dari History, pada awalnya Tembok Besar China dibangun dengan tujuan untuk melindungi wilayah China di perbatasan utara dari serangan. Sebab, area tempat dibangun Tembok Besar China merupakan lokasi perang dan pertempuran antara bangsa China dengan bangsa lain selama ratusan tahun.Menurut catatan sejarawan, pembangunan Tembok Besar China telah berlangsung sejak 770-476 SM pada periode musim semi dan gugur dan pada periode Warring States sekitar 475-221 SM. Pada saat itu, pembangunan bertujuan sebagai tembok benteng.Pembangunan Tembok Besar China secara resmi diperintahkan oleh kaisar pertama kesatuan Chna sekitar 220 SM, Kaisar Qin Shi Huang. Lalu, bagian paling rumit dan terkenal dari Tembok Besar China dibangun pada masa Dinasti Ming, yakni sekitar 1368-1644.Pada awalnya, sebagian besar dinding Tembok Besar China terbuat dari tanah dan kayu. Di beberapa titik, Tembok Besar China terbuat dari batu bata, granit yang digali, hingga balok marmer. Tembok tersebut terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan teknik bangunan.Pada masa Dinasti Ming, Tembok Besar China dilengkapi dengan menara pengawas dan bangunan tengah yang kini menjadi destinasi favorit para wisatawan.Menurut UNESCO, Tembok Besar China mencerminkan "benturan" dan pertukaran antara peradaban pertanian dan peradaban nomaden pada era China kuno. Selain itu, tembok raksasa ini juga memiliki makna sebagai simbol nasional untuk menjaga keamanan negara dan rakyat China.Tak hanya itu, UNESCO juga menyebut bahwa tembok ini memberikan bukti fisik dari pemikiran strategis politik China yang berpandangan jauh ke depan, kekuatan militer, serta pertahanan nasional yang perkasa dari kekaisaran pusat di China kuno.Tembok Besar China juga disebut merupakan contoh luar biasa dari segi arsitektur, teknologi, dan seni militer China kuno. Maka dari itu, tak heran jika warisan budaya dunia yang diakui leh UNESCO sejak 1987 ini menjadi salah satu destinasi utama para turis yang berlibur ke China.
Saksikan video di bawah ini: